Minggu, 02 Agustus 2009

Polemik PARTAI , Putusan MA dan KPU


Putusan MK Akan Akhiri Polemik Kursi Parpol
Monday, 03 August 2009








JAKARTA (SI) – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi Pasal 205 ayat 4 UU No 10/2008 tentang Pemilu diharapkan mampu mengakhiri polemik penghitungan kursi DPR tahap kedua.


Putusan sidang pleno KPU pada Sabtu (1/8) yang menegaskan tidak akan melakukan perubahan penetapan perolehan kursi partai politik (parpol) mengacu pada Peraturan KPU No 15/2009 ternyata masih menyisakan pro kontra di kalangan partai politik. Sebagian menyambut baik sikap KPU atas putusan MA yang membatalkan sejumlah pasal dan ayat pada peraturan KPU tentang penghitungan kursi DPR tahap kedua itu. Namun sebagian lain menilai putusan tersebut membingungkan.

Karena di satu sisi KPU berjanji akan melaksanakan putusan MA, tapi di sisi lain KPU menganggap putusan tersebut tidak berlaku surut. Caleg Partai Demokrat Zaenal Ma’arif dan sejumlah caleg yang gugatannya dikabulkan MA mengaku bingung dengan sikap KPU yang menyatakan putusan MA tidak berlaku surut. ”Seharusnya putusan MA itu berlaku surut,” kata kuasa hukum kubu Zaenal yang juga salah satu caleg Partai Demokrat Josef B Bodeoda di Jakarta kemarin.

Josef mengatakan jika KPU akan merevisi peraturan itu sesuai putusan MA, berarti ada pengakuan bahwa peraturan itu memang salah.Karena itu seharusnya revisi itu berlaku surut. Zaenal dan 15 caleg lain yang merasa terzalimi dengan pemberlakuan Peraturan KPU No 15/2009 tersebut sepakat mendesak KPU untuk segera menjalankan semua amar putusan MA. Rencananya mereka akan mengirim surat ke Kantor KPU pada hari ini.

Sebagaimana diketahui, MA telah membatalkan Pasal 22 huruf C dan Pasal 23 ayat 1 dan 3 Peraturan KPU No 15/2009 yang mengatur tata cara perolehan kursi tahap kedua DPR. Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 205 ayat 4 UU Pemilu. Putusan MA ini memicu polemik berkepanjangan karena akan mengubah secara signifikan perolehan kursi parpol di DPR yang ditetapkan KPU berdasarkan peraturan tersebut.

Sejumlah parpol akan mendapat tambahan kursi jika putusan MA dilaksanakan KPU.Namun beberapa parpol lain seperti PKS, PPP, PAN, Partai Gerindra,Hanura akan kehilangan banyak kursi di DPR. Merespons polemik itu, PPP, PKS, Gerindra dan Hanura telah mengajukan uji materi Pasal 205 ayat 4 UU No 10/2008 tentang Pemilu terhadap UUD 1945.

Uji materi tersebut merupakan imbas dari keluarnya putusan MA No 15/P/HUM/2009 yang membatalkan penghitungan kursi tahap kedua. Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz menyatakan, putusan MK atas uji materi tersebut akan sangat berpengaruh terhadap eskalasi politik nasional yang memanas setelah munculnya putusan MA. ”Kami menunggu hasil uji materi yang telah diajukan ke MK. Kita harapkan putusan MK nantinya juga dapat menyelesaikan secara tuntas keruwetan,” kata Irgan kepada harian Seputar Indonesia( SI) di Jakarta kemarin.

Irgan mengapresiasi keputusan KPU yang menghormati putusan MA dan menegaskan putusan itu tidak berlaku surut. ”Keputusan ini sekaligus menurunkan suhu politik serta menutup ruang konflik yang hampir terjadi secara nasional,”tegas Irgan. Menurut dia, suhu politik memanas karena sejumlah parpol kecil dan menengah bakal kehilangan banyak kursi DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota.

Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum menghormati keputusan KPU tersebut.Menurut dia,sebagai lembaga yang independen, KPU tidak bisa ditekan untuk menguntungkan atau merugikan peserta pemilu tertentu. ”Biarkan KPU dengan posisi yang independen memutuskannya. Kami yakin, jika KPU melaksanakan rumus pembagian kursi yang sudah diatur jelas oleh UU, yakni pembagian kursi tahap pertama, kedua, dan ketiga, tidak akan ada pihak yang diuntungkan atau dirugikan,” tandas mantan anggota KPU ini.

Sementara Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla menyambut baik sikap KPU yang akan melaksanakan putusan MA.Capres 2009 ini menilai, seharusnya sebuah peraturan dibuat sebelum kegiatan dilaksanakan. ”Sama kalau kita main bola, kalau main bola peraturannya harus dibuat sebelum main bola. Jangan selesai main bola baru buat peraturan baru seperti main domino.Sebelum main harus jelas peraturannya,” papar Kalla di Jakarta kemarin. Kalla menilai, pasal di dalam UU Pemilu tersebut memang tidak jelas dan cenderung masuk grey area.

Meski demikian,putusan MA itu tidak berlaku surut dan kemungkinan baru akan diberlakukan pada pemilu mendatang. ”Semua ada aspek hukumnya.Kan UU begitu tidak berlaku surut.Jadi ada hal yang dapat diterima alasannya. Memang dilematis sekali,”papar Kalla. Mengenai keuntungan yang diperoleh Partai Golkar jika putusan MA dilaksanakan,Kalla yang juga wakil presiden ini mengakui hal tersebut.

Namun dia tetap menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada KPU. ”Menguntungkan Golkar ya pasti, tapi ya kita percaya KPU. Seperti saya katakan semua peraturan harus jelas sebelum kita masuk bermain,”ungkap Kalla.

KPU Tidak Tegas

Mantan Ketua Pansus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan menyatakan, KPU terlihat tidak memiliki ketegasan dalam keputusannya. Di satu sisi menghormati putusan MA, di sisi lain mengatakan putusan itu tidak berlaku surut dan KPU akan mengambil kebijakan setelah 90 hari putusan MA dikeluarkan.

”Hal ini menurut saya KPU sebagai lembaga yang memiliki wewenang atas dasar UU tidak memiliki ketegasan dan menjadikan kursi-kursi caleg tersebut tetap sebagai kursi ‘panas’ karena berpotensi dianulir (kembali) setelah tenggat 90 hari sejak putusan MA dikeluarkan,” kata Ferry dalam keterangan persnya kemarin.

Politisi Partai Golkar ini menambahkan, pengaturan UU 10/2008 tentang penetapan perolehan kursi harus dilihat sebagai satu kesatuan utuh dengan sistem pemilu yang dipilih, yakni mulai dari sistem proporsional terbuka, pengaturan penetapan jumlah kursi di setiap daerah pemilihan, cara memberi tanda pilihan, cara menghitung perolehan suara, dan cara penetapan perolehan kursi. Karena itu Ferry berpendapat keputusan KPU akan melahirkan ketidakadilan baru.

”Putusan MA itu merusak pengaturan lainnya dan hal tersebut tidak bisa diubah pada bagian itu saja karena akan melahirkan pengaturan yang tidak simetris dengan tahap sebelumnya dan tahap berikutnya,”ujarnya. Sementara itu, mantan Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yasonna H Laoly menyesalkan sikap KPU karena tidak melaksanakan putusan MA. Dia menuding KPU lebih tunduk pada tekanan politik ketimbang taat pada hukum.

”Sikap KPU akan menimbulkan preseden yang sangat jelek dan membuat sistem penegakan hukum di negara ini menjadi kacau balau,”tegasnya. Politikus PDIP ini menyatakan, jika KPU tidak berkenan terhadap putusan MA, seharusnya mencari upaya hukum. Dia mengingatkan bahwa putusan MA harus dibatalkan melalui putusan hukum yang setara, bukan dengan pengabaian.

Laoly sangat menyayangkannya karena kejadian itu terjadi akibat dari inkompetensi dan ketidakpahaman KPU tentang tugas dan tanggung jawabnya. Bahkan, anggota Komisi II ini menilai, penyelenggaraan pemilu kali ini paling buruk sepanjang sejarah. ”Jika anggota KPU punya rasa malu, mereka harus mundur,” bebernya. (maya sofia/dian widiyanarko/ ahmad baidowi)
( dari www.seputar-indonesia.com)

1 komentar:

PTC Lokal mengatakan...

Tau ah, Siapa sebenarnya yg bener...
Mungkin karena terlalu banyak kali, mau milih pusing, udah milih pusing, udah pada dapat kursi, kita juga yang pusing. Derita orang kecil. Nonton aja ah.

Posting Komentar

Silahkan Isi Komentar tentang blog ini... Ok Bro?? Salma Blogger gigi Bisnis Gigi..